Senin, 22 November 2010

BENTENG SEITH

Seith adalah desa kecil yang terletak di pantai barat laut Pulau Ambon. Redut berada di pantai Lebelahu, dekat Seith dan di sebelah barat muara sungai Hulu. Dibangun pada tahun 1643 selama perang melawan Hitu. Saat itu Kerajaan Hitu dipimpin oleh Kakiali. Terdapat catatan pada 1684 yang menyatakan bahwa Redut Seith sudah berdiri antara tahun 1664-1665. Catatan lain menyatakan bahwa redut ini pernah berdiri dari periode 1643-1697/1700. Redut Seith disebut juga Reduyt Zondernaam, yang berarti redout tanpa nama. Bentuknya segi empat dengan dua bastion yang telatak pada sudut yang berlawanan. Redut Seith berfungsi sebagai blokade pertama di Wawani, yang bertugas untuk mengontrol penduduk lokal. Setelah 1651 berfungsi sebagai bangunan pertahanan untuk melindungi perdagan rempah-rempah. Orang-orang Hitu dengan bantuan pasukan dari Makassar mendirikan benteng dekat Kampung Seith di pantai utara Ambon. Pada bulan Mei 1643 VOC dapat mengambil alih redut ini. Gubernur Demmer membangun Redut Seith pada bulan Juli 1643 sebagai pusat VOC. Selain itu juga bertujuan mempertahanan diri dari serangan pasukan Kakiali dari Gunung Wawani. Penduduk dari desa tetangga, yaitu Nau, Binau, Henelale, Nenelatua dan Henehelu telah meninggalkan kampung mereka dan tinggal dekat Redut Seith. Setelah Wawani dapat dikalahkan pada tahun 1643 Gubernur Demmer mengadakan pertemuan dengan para pemimpin Hitu. Gubernur Demmer mendeklarasikan bahwa tanah mereka menjadi milik VOC. Ini menjadi akhir perang melawan VOC, tetapi konflik terus terjadi hingga 1646. Setelah perang Ternate (1651-1652), bangunan pertahanan kayu telah diganti dengan benteng baru yang terbuat dari batu. Namun tsunami dan gempa yang hebat yang terjadi pada tanggal 17 Februari 1674 mengakibatkan rusaknya atap dari Redut Seith, dan memporakporandakan desa. Pada tahun 1697 Gubernur Ambon memutuskan untuk mengurangi anggaran dengan memindahkan tentara dari beberapa pos di luar Ambon, termasuk Seith. Dua tahun kemudian redut ini telah digunakan oleh para penjaga untuk menghentikan pencurian cengkeh. Baik gambar maupun foto lama tidak ditemui dalam referensi.

SUMBER :

PUKUL SAPU LIDI MORELLA


Atraksi tari Sapu Lidi telah menjadi tradisi adat di Negeri Morella sejak Tahun 1646, tari ini mulanya adalah permainan anak-anak di saat Benteng Kapahaha masih jaya.
Namun setelah jatuhnya para pejuang-pejuang Kapahaha ditangan VOC pada tanggal 25-27 Juli 1646, para malesi-malesi dengan seluruh rakyatnya ditawang di markas VOC Belanda di Teluk Sawatelu. Kapitang Telukabessy tertangkap dan diantar ke Kota Latania Ambon(Benteng Victoria) dan dihukum gantung pada tanggal 3 September 1646 di depan Benteng Victoria.
Pada tanggal 27 Oktober 1646 Gubernur Gerard Demmer membebaskan pejuang-pejuang Kapahaha yang ditawang di Teluk Sawatelu. Pembebasan tawanan perang kapahaha diadakan dengan pesta perpisahan. Maka pada acara pesta perpisahan ini dipentaskan tari-tari adat yang bernafas sejarah dengan nyanyian lagu-lagu kapata sejarah dan turut pula dengan serombongan pemuda kapahaha mempertunjukan tari Sapu Lidi.
Pada saat itu para malesi-malesi yang bertarung dalam perjuangan perang Kapahaha dari pihak Pata Siwa, Pata Lima maupun suku Bugis Makassar sangat tertarik dengan tari tersebut dengan luka-luka berdarah selalu membangkitkan semangat para pejuang.
Setelah selesainya acara pesta perpisahan, maka dengan tekad bersama dengan tiga Malesi sebagai pimpinan dari tiga sawat atau rombongan masing-masing hendak kembali pulang kedaerahnya masing-masng yaitu; jurusan Huamual,Buru dan sekitarnya,Iha Ulupalu di Saparua, Hulawano di Nusalaut, satu sawat menuju Seram Kaibonu, Tihulele, Latu, Tamilou dan Manusela. Ada juga Malesi-Malesi dari luar Maluku yang disebut suku Mahu diantaranya Bugis Makassar dll.
Perpisahan sangat berkesan dengan pekikan-pekikan dan cucuran air mata serta sumpah setia dengan satu ikrar dan menetapkan atraksi Sapu Lidi menjadi tradisi adat dan membudaya disepanjang masa, diulang tahunkan setiap 7 syawal. Pada saat itu pula digelarkanya Istilah “Hausihu” atau kobaran Api dengan kata lain “semangat berapi-api” kepada bekas pejuang Kapahaha yang tetinggal hingga saat ini dengan nama Negerinya Morella.

SUMBER :

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger